Rabu, 26 Oktober 2016

ALMAJMU'SYARAH ALMUHADZDZAB

Resensi kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, karya al-Nawawi

Kitab al-Majmu' Syarh al-Muhazzab karya Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi merupakan rujukan fiqh terbesar mazhab al-Syafi-’i secara khusus dan fiqh Islam secara umum. Kitab yang merupakan komentar/syarah atas kitab al-Muhazzab karya Abu Ishaq al-Syairazi (W. 476 H) ini memiliki karakter khusus dibandingkan kitab mazhab lainnya, sehingga membuatnya berada di tempat teratas dibanding ensklopedia-ensiklopedia fiqh lainnya, baik klasik maupun kontemporer. Khususnya dikalangan mutaakhiriin pengikut Syafi’i, kitab ini mempunyai posisi yang sangat penting dalam fatwa, sehingga tidak mengherankan kalau Sayyed al-Bakri al-Dimyathi mengatakan bahwa kitab al-Majmu' Syarh al-Muhazzab merupakan rujukan yang lebih diutamakan apabila bertentangan dengan kitab karya al-Nawawi lainnya, seperti al-Tahqiq, al-Tanqih, al-Raudhahdan al-Minhaj.

Kitab al-Majmu’ karya al-Nawawi merupakan salah satu rujukan terbesar yang penuh dengan pendapat-pendapat fiqh keempat imam mazhab dan lain-lainnya, sekalipun fokus utama pembahasannya adalah mengenai fiqh al-Syafi-’i. Dalam mengutip pendapat-pendapat mazhab, beliau merujuk kepada kitab al-Asyraf dan al-Ijmak karya Ibnu Munzir serta kitab-kitab pengikut mazhab-mazhab itu sendiri.

Cakupan isi kitab al-Ma’mu’ Syarh al-Muhazzab memuatkan seluruh pendapat-pendapat mazhab berserta dalil-dalilnya, di samping menyebutkan pentarjihan di antara pendapat-pendapat ini. Disamping itu terdapat juga pentakhrijan hadits-hadits hukum, penjelasan maknanya, penyebutan seluruh pendapat para imam dari kalangan ahli fiqh dan pentarjihan di antara pendapat-pendapat tersebut serta mazhab-mazhab mereka, penjelasan kecacatan hadits, status hadits dan biografi para perawinya, penafsiran kalimat-kalimat yang langka ( gharib ) dari al-Qur’an dan al-Hadits serta penjelasan kosa kata yang terdapat dalam redaksi kitab al-Muhazzab.

Namun, al-Nawawi -rahimahullah- meninggal sebelum menyelesaikan pensyarahan atas al-Muhazzab pada abad ketujuh Hijriyah karena beliau meninggal dunia lebih awal pada tahun 676 H. Syarah al-Nawawi tersebut terdiri dari  Juz  1 sampai dengan 9, terdiri dari Kitab al-Thaharah, al-Shalat, al-Zakat, al-Shiyam, al-Hajj dan yang berhubungan dengan qurban, aqiqah, nazar, makanan, perburuan dan penyembelihan. Kemudian masuk dalam bab jual beli dengan penjelasan tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh jual beli, jual beli gharar dan lainnya serta yang membatalkan dan yang tidak membatalkannya, sehingga masuk bab riba. Maka selanjutnya tugas mulia ini diambil alih oleh salah seorang ulama terkemuka, yaitu Taqiyuddin al-Subki, seorang Syaikhul Islam pada masanya (W. 756 H). al-Subki juga tidak sempat menyelesaikannya, maka seterusnya disambung kembali syarahnya oleh al-'Alim  al-Faqih al-Syeikh Muhammad Najib al-Muthi_'iy dengan mengikuti metode dua imam sebelumnya. Akhirnya,  terwujudlah kitab al-Majmu' Syarh al-Muhazzab yang lengkap disyarah oleh tiga ulama.

Bagi anda yang ingin kitab al-Majmu' Syarh al-Muhazzab versi PDF, download via link berikut :

http://adekunya.wordpress.com/2009/12/23/download-al-majmu-syarah-muhadzab/

Daftar Pustaka

1.      Dr. Muhammad al-Zuhaili, Muqaddimah al-Tahqiqi atas kitab al-Muhazzab, Dar al-Qalam, Damsyiq, Hal. 16-18

2.      Sayyed Al-Bakry al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. IV, Hal. 234

3.      KH Sirajuddin Abbas, Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah, Jakarta

Sumber:kitab-kuneng.blogspotlcom

يعتبر كتاب المجموع للإمام النووي من أهم كتب الفقه ليس فقط لدى الشافعية ، بل لكل المذاهب الأخرى ، لأنه تعرض لأقوال أهل العلم من مختلف المذاهب مع العرض بالدليل والترجيح، وقد شرح فيه النووي رحمه الله كتاب المهذب للشيرازي
وبين الإمام النووي منهجه في الشرح بأن بين لغاته وألاظه ، مع تعريف المصطلحات الفقهية ، ويذكر الأحاديث الصحيحة والحسنة والضعيفة والمرفوعة ، والرواة ، ثم يسهب في بيان الأحكام بعبارة سهلة ، ويضم الفروع والتتمات والزوائد والقواعد والضوابط في الفقه ، ويحدد ما اتفق عليه أصحاب الشافعي ، وما انفرد به بعضهم ، ملتزما ببيان الراجح والمعتمد في المذهب . 
وتتبع النووي فتاوى الأصحاب في كتب الأصول والطبقات والشروح ، فإن كان القول مشهورا أو للجمهور ذكره من غير تعيين قائله ، وإن كان القول غريبا أضافه إلى قائله ، كما يذكر مذاهب السلف من الصحابة والتابعين مع أدلتها ، كما ينقل مذاهب الأئمة والعلماء . 
وقال النووي : " واعلم أن هذا الكتاب ، وإن سميته شرح المهذب ، فهو شرح للمذهب كله ، بل لمذاهب العلماء كلهم ، وللحديث وجمل من اللغة والتاريخ والأسماء "
ولكن الإمام النووي رحمه الله لم يتم الكتاب ، وإنما وصل إلى ربع الأصل تقريبا ، وشرحه في 9 مجلدات ، ثم اختارته المنية ، وجاء تقي الدين علي بن عبد الكافي السبكي ( 756هـ ) وصنف ثلاث مجلدات ، ثم مات ، وأتمه غيره فلم يكمل إلا على يد الحضرمي 

SUMBER:Read.kitabklasik.net

Al Hawy Alkabir



Biografi Singkat Imam Al-Mawardi

Nama lengkapnya adalah Abu Hasan, Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Bahsri Asy-Syafi’i. Beliau digelari dengan Aqdha Al-Qudhah(Pemimpin para Qadhi) karena beliau banyak menghasilkan putusan hukum (qadha) dan fatwa saat menjadi Hakim serta karena luasnya ilmu beliau dalam masalah syar’i.

Beliau lahir di Basrah, Irak pada tahun 364 H/975 M dan dibesarkan di lingkungan yang penuh ilmu pengetahuan. Sejak kecil beliau sudah disibukkan dengan Al-Qur’an, Hadits (riwayah dan dirayah), Fiqih, Ushul dan ilmu-ilmu syar’I lainnya.

Beliau seorang faqih, hafidz, dan seorang ulama fikir terbesar mazhab Syafi’i yang telah mengarang ensiklopedia fiqih mazhab Syafi’i yang jumlahnya lebih dari dua puluh jilid. Al- Mawardi pernah memangku jabatan hakim (qadhi) di berbagai kota. Di zamannya, beliau menjadi pemimpin para hakim (Aqdha Qudhah) pada pemerintahan Al-Qaim bin Amrillah Al-‘Abbasi (Dinasti Abbasiyah). Beliau belajar hadits di Basrah pada beberapa ulama besar hadits, diantaranya:

1.      Al-Hasan bin ‘Ali bin Muhammad al-Jaballi

2.      Muhammad bin ‘Adi bin Zuhar al-Muqri

3.      Muhammad bin al-Ma’li al- Azdi

4.      Ja’far bin Muhammad bin al-Fadhal al- Baghdadi.

Sedangkan dalam ilmu fiqih beliau belajar kepada Abul Qasim ‘Abdul Wahid bin Muhammad ash-Shabmari, seorang hakim di Bashrah, dan kepada Abu Hamid Ahmad bin Abi Thahir al-Isfiraini di Baghdad.

Al-Mawardi telah banyak menulis kitab yang sangat bermanfaat, diantara kitab-kitabnya yang sampai pada kita hingga kini adalah:

Kitab al-Hawi al-Kabir, kitab fiqih mazhab Syafi’i yang berjumlah lebih dari dua puluh jilid.Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah, kitab ini membahas tentang hukum ketatanegaraan.Kitab Nashihat al-Muluk.Kitab Qawanin al-Wizarah wa Siyasat al-Mulk.Kitab at-Tafsir.Kitab al-Iqna, sebagai ringkasan kitab al-Hawi.Kitab Adab al-Qadhi.Kitab A’lam an-NubuwwahKitab al-Amtsal wa al-HukmKitab al-Bughyah al-‘Ulya fi Adabi ad-Dunya wa ad-Din. Kitab ini lebih dikenal dengan nama Adabu Dunya wa Din.

Al-Mawardi wafat pada hari selasa di penghujung Rabi’ul awwal tahun 450 H dalam usia 86 tahun. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Bab Harb dan dishalati oleh muridnya, al-Imam al-Khatib al-Baghdadi.

Mengenal Kitab Al-Hawi Al-Kabir

Al-Mawardi menamakan kitabnya Al-Hawi Al-Kabir sebagai sebuah harapan dan doa agar kitabnya ini mengandung penjelasan terhadap hukum-hukum fiqih secara lengkap dan menyeluruh (Al-Hawi=Kelengkapan), mudah untuk dipahami, runut serta otentik. Nama Al-Hawi ini terinspirasi dari kitab karangan Imam Abu Ahmad, Muhammad bin Sa’id yang ma’ruf dikenal dengan Ibnu Al-Qadhi. Karangan tersebut juga bernama Al-Hawi.

Pada dasarnya kitab ini adalah sebuah syarh(komentar) terhadap kitab Al-Mukhtashar Imam Al-Muzani. Sebagaimana yang diketahui bahwa Al-Muzani meringkas kitab Al-Umm Imam Asy-Syafi’I dengan kitabnya Al-Mukhtashar. Salah satu tujuannya adalah untuk memudahkan bagi para penuntut ilmu serta para fuqaha untuk memahami fiqih Imam Asy-Syafi’i. Maka dengan berlandaskan kepada kitab Al-Mukhtashar ini, Imam Al-Mawardi pun menulis Al-Hawi Al-Kabir.

Walau begitu, Al-Mawardi pada hakikatnya tidak hanya memberikan komentar atas kitab Al-Mukhtashar, namun beliau juga menambahkannya dengan penjelasan-penjelasan yang berharga. Beliau juga menuliskan beberapa masalah yang menjadi ikhtilaf di kalangan ulama terutama mazhab yang empat lalu melakukan tarjih atas pendapat Imam Asy-Syafi’I dan mazhabnya.

Kitab Al-Hawi ini benar-benar merupakan kitab yang ensiklopedis karena memuat begitu banyak masalah-masalah detail dalam fiqih. Tak heran kalau kitab ini sangat sering disebut-sebut oleh ulama fiqih setelahnya terutama fiqih syafi’i. Imam An-Nawawi dalam Syarh Al-Muhazzab seringkali mengutip pendapat beliau. Jika ditemukan istilah قاضيان / Qadhiyani / Dua orang Qadhi dalam kitab fiqih syafi'i (terutama yang lewat jalur Imam An-Nawawi), maka salah satu dari qadhi tersebut adalah beliau Qadhi al-Mawardi rahimahullah (yang satunya lagi adalah Qadhi ar-Ruyani, pengarang al-Bahr fi al-Mazhab)

Kitab ini juga banyak dipuji oleh kalangan ulama. Imam Al-Isnawi mengatakan bahwa “belum pernah ada kitab yang ditulis seperti kitab ini”. Hal senada juga diungkapkan oleh Ibnu Haji Khalifah. Ibnu Khalliqan mengatakan “Siapapun yang meneliti kitab ini akan menemukan bahwa penulisnya adalah orang yang sangat luas dan dalam ilmunya serta memiliki pengetahuan yang sempurna dalam mazhab ini (mazhab syafi’i)”.

Secara umum, kitab ini ditulis dengan urutan bab sama seperti Al-Mukhtashar yakni dimulai dari Bab At-Thaharah dan diakhiri bab Itq Ummahatu Al-Awlad. Begitu juga dengan pasal-pasal dan detail masalahnya. Keistimewaannya adalah kitab ini dilengkapi dengan dalil yang berlandaskan kepada ushul fiqih mazhab syafi’I (yakni Al-Qur’an, Sunnah, Atsar Sahabat, Ijma’, Qiyas) serta dikuatkan dengan argumentasi yang meyakinkan. Dalam masalah yang berhubungan dengan kebahasaan, beliau seringkali menguatkannya dengan syair-syair jahili yang tentu saja memiliki pengaruh besar terhadap keputusan fiqihnya. Kitab ini juga memuat beberapa ikhtilaf pendapat antar mazhab yang tentu saja dikuatkan (tarjih) sesuai dengan pendapat mazhab Syafi’i.

FIKIH SYAFI'IYYAH


Abad ke-8 Hijriah (700-799 H)

1.  ‘Alamuddin Abdul Karim bin ‘Ali bin ‘Umar al-‘Iraqi al-Syafi’i (Ibn al-Kurdi al-Anshari al-Mishri) (704H)
a) Syarh al-Tanbih

2. Syarafuddin Abdul Mukmin bin Khalaf bin Abu al-Hasan al-Diyamthi (613-705H
a) Kasyf al-Mughaththa fi Fadhl al-Shalah al-Wustha

3. Dhiya’uddin Abdul Aziz  bin Muhammad al-Thusi al-Dimasyqi (706H)
a) al-Mishbah Syarh al-Hawi

4. Ibn al-Rif-‘ah, Abu al-‘Abbas Najmuddin Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali bin Murtafi’ bin al-Rif-‘ah al-Anshari (645-710H)
a) al-Mathlab Syarh al-Wasith (Mathlab al-‘Ali fi Syarh al-Wasith)[1]
b) Kifayah al-Nabih Syarh al-Tanbih[2]

5. ‘Ala’uddin Abu al-Hasan, Ali bin Muhammad bin Abdul Rahman al-Baji al-Mashri (631-714H)
a) al-Tahrir Mukhtashar al-Muharrar

6. Ruknuddin Abu Muhammad al-Hasan bin Muhammad bin Syaraf Syah al-Istirabazi   (715H)
a) Syarh al-Hawi

7. Ibn al-Wakil al-Mishri (Ibn al-Murahhil), Shadruddin Muhmmad bin Umar al-Syafi’i (716H)
a) al-Asybah wa al-Nazhair (الأشباه والنظائر)

8. ’Izzuddin Abu Hafsh ‘Umar bin Ahmad bin Ahmad al-Mudlaji al-Nasya-i al-Mishri (716H)
a) al-Isykalat ‘ala al-Wasith

9. Muhammad bin Abi Manshur bin ‘Abdul Mun’im bin Hasan al-Syaibi (720H)
a) Syarh al-Tanbih

10. Baha-uddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abu Bakr bin ‘Arram al-Sakandari (720H)
a) al-Siraj al-Wahhaj Fi Iydhah al-Minhaj

11. Quthbuddin Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Shamad bin Abdul Qadir al-Sunbathi al-Mishri  (722H)
a) Tashhih al-Ta’jiz

12. Ibn al-‘Amiri,  Jamaluddin Ahmad bin ‘Ali al-Yamani  (725H)
a) Syarh al-Tanbih

13. Ibn Qadhi Syahbah, Kamaluddin Abdul Wahhab bin Muhammad bin Abdul Wahhab Ibn Qadhi Syahbah al-Asadi (726H)
a) al-Ta’liq ‘ala al-Tanbih
b) Syarh al-Jurjaniyah[3]

14. Najmuddin Ahmad bin Muhammad al-Qamuli (727H)
a) al-Bahr al-Muhith fi Syarh al-Wasith
b) Jawahir al-Bahr[4]

15. Ibn al-Shaqilli, Fakhruddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad (727H)
a) al-Tanjiz

16. ‘Alauddin Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Yusuf  al-Qunawi al-Tibrizi  (668-729H)
a) Talkhish Minhaj al-Halimi (Talkhish Minhaj al-Din)

17. Najmuddin Abu Abdullah Muhammad bin ‘Uqail bin Abu al-Hasan al-Balisi al-Mishri  (660-729H)
a) Syarh al-Tanbih

18. Fakhruddin Abu Umar ‘Uthman bin Muhammad bin Abdul Rahim ()
a) Syarh al-Hawi

19. Jamaluddin Abdul Hamid bin Abdul Rahman bin Abdul Hamid al-Jiluni al-Syirazi (731H)
a) al-Bahr al-Shaghir (al-Fatawa fi Nasyr al-Hawi)[5]

20. Dhiyauddin Abu al-Hasan ‘Ali bin Salim bin Rabi’ah al-Anshari al-Azra’iy (657-731H)
a) Nazham al-Tanbih

21. ‘Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bi Ali bin Mahmud al-Malik al-Ayyubi (672-732H)
a) Nazham al-Hawi

22. al-Qadhi al-Imam Sarafuddin Abu al-Qasim Hibatullah Ibn al-Barizi (734H)
a) Masa-il Tahlil al-Ha-idh min al-Ihram

23. Al-Qadhi Syaraf al-Din Abu al-Qasim Hibatullah bin Abdul Rahim al-Barizi al-Hamawi al-Syafi’i (645-738H)
a) Mukhtashar al-Tanbih
b) Tamyiz al-Ta’jiz (Syarh  ‘ala al-Ta’jiz)[6]
c) al-Zubad[7]
d) Syarh al-Bahjah
e) Taysir Fatawa fi Tahrir al-Hawi

24. Fakhruddin Abu ‘Amru Usman bin ‘Ali bin Usman al-Tha’i al-Halabi (Ibn Khathib Jibrin) (662-739H)
a) Tashhih al-Hawi

25. Majd al-Din Abu Bakr bin Isma’il bin ‘Abdul ‘Aziz al-Zankalumi al-Syafi’i  (677-740H)
a) Tuhfah al-Nabih Syarh al-Tanbih
b) Zawa-id al-Bahr ‘ala al-Rafi’i

26. Muhammad bin Yusuf, Zaynuddin Abu Hayyan al-Dalusi (745H)
a) al-Wahhaj fi Ikhtishar al-Minhaj

27. Dhiya-u al-Din Muhammad bin Ibrahim al-Munawi (746H)
a) Syarh al-Tanbih

28. Jamaluddin Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Bashshal al-Yamani (748H)
a) Syarh al-Tanbih

29. Abu al-Fadhl Kamaluddin Ja’far bin Tsa’lab bi Ja’far al-Adfuwy (675/685-748/749)
a) al-Imta’ fi Ahkam al-Sima’

30. Ibn al-Wardi, Zaynuddin Abu Hafsh ‘Umar bin al-Muzaffar bin ‘Umar al-bin al-Wardi Mu’arri al-Kindi (691-749H/1348M)
a) al-Bahjah Nazmu al-Hawi al-Shaghir[8]

31. Faraj bin Muhammad, Nuruddin  al-Ardabili (749H)
a) Syarh al-Minhaj

32. Najmuddin Abu al-Qasim Abdul Rahman bin Yusuf bin Ibrahim al-Ushfuni  (677-750H)
a) Mukhtashar al-Rawdhah

33. Syihabuddin Abu Musa Ahmad bin Musa bin Khafajah al-Shafadi (750H/1349M)
a) Syarh al-Tanbih
b) al-‘Umdah (al-Mukhtashar fi al-Fiqh)
c) al-Masa-il al-Muhimmat li al-Mu’minin

34. Syihab al-Din Ahmad bin Saif al-Din al-Dzahiri (753H)
a) al-Rawdh al-Nazih fi Nuzhum al-Tanbih

35. Taqiyuddin Abu al-Hasan Ali bin Abdul Kafi al-Subki (683-756H)
a) Takmilah al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab[9]
b) al-Ibhaj Fi Syarh al- Minhaj
c) Fatawa al-Subki
d) Nur al-Mashabih fi Shalah al-Tarawih

36. Taj al-Din Abdul Rahim bin Muhammad al-Mawshuli (761H)
a) al-Nabih fi Ikhtishar al-Tanbih

37. Ibn Naqib al-Mishri, Syihabuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Lukluk (702-769H)
a) Umdah al-Salik wa ‘Uddah al-Nasik
b) al-Tawsyih al-Muzahhab fi Tashhih al-Muhazzab
c) Tashil al-Hidayah wa Tahshih al-Kifayah[10]

38. Jamaluddin Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Syarisyi al-Dimasyqi (695-769H/779H)
a) Zawa-id al-Hawi ‘ala al-Minhaj

39. Tajuddin Abdul Wahhab bin  Taqiyyuddin Ali bin Abdul Kafi al-Subki (770H)
a) Takammulah al- Ibhaj Fi Syarh al- Minhaj
b) al-Tawsyih ‘ala al-Tanbih wa al-Tashhih wa al-Minhaj

40. Syamsuddin Abu Abdullah, Muhammad bin Khalaf bin Kamil al-Ghazzi al-Dimasyqi (716-770H)
a) Ziyadat al-Mathlab ‘ala al-Rafi’i[11]

41. Jamaluddin Abu Muhammad Abdul Rahim bin al-Husain bin ‘Ali al-Qurasyi al-Isnawi al-Mishri (704-772H)
a) Hasyiah ‘ala al-Rawdhah
b) Tazkirah al-Nabih Fi Tashhih al-Tanbih[12]
c) al-Hidayah ila Awham al-Kifayah
d) al-Muhimmat ‘ala al-Rawdhah[13]
e) al-Tanqih fima Yarid ‘ala al-Tashhih
f) al-Tamhid fi Takhrij al-Furu’ ‘ala al-Ushul
g) al-Fatawa al-Hamawiyyah

42. Abu Hamid Baha-uddin Ahmad bin Ali bin Abdul Kafi al-Subki al-Mishri (719-773H)
a) Jam’u al-Tanaqud

43. Imaduddin Abu al-Fidak Ismail bin ‘Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi (701-774H)
a) Irsyad al-Faqih ila Ma’rifah Adillah al-Tanbih

44. Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Ridhwan al-Ba’li al-Mawshili (774H)
a) Ghayah al-Luhhaj fi Syarh al-Minhaj

45. Al-‘Allamah Jamaluddin Yusuf bin Ibrahim al-Ardabili (779H)
a) al-Anwar li A’mal al-Abrar

46. Syihabuddin Abu al-‘Abbas al-Azra’i  Ahmad bin Hamdan bin Abdul Wahid (708-783H)
a) Qut al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj
b) Ghunyah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj
c) Hasyiah ‘ala al-Rawdhah
d) Jam’ al-Tawassuth Bayna al-Rawdhah wa al-Syarh Syarh[14]
e) al-Tanbihat ‘ala Awham al-Muhimmat

47. Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakr al-Shardafi al-Rimiy (710-792H)
a) al-Ma-‘ani al-Badi-‘ah Fi Ma’rifah Ikhtilaf Ahl al-Syari-‘ah
b) al-Tafqih Syarh al-Tanbih li Abi Ishaq al-Syairaziy
c) Bughyah al-Nasik fi al-Manasik

48. Abu Abdullah Badruddin Muhammad bin Abdullah bin Bahadur al-Zarkasyi (745-794H /1344-1392M)
a) al-Dibaj fi Tawdhih al-Minhaj
b) Syarh al-Tanbih
c) Syarh al-Wajiz
d) al-Qawa-‘id Fi al-Furu’
e) al-Khadim li al-Rawdhah
f) Khabaya al-Zawaya fi al-Furu’
g) Fatawa al-Zarkasyi
h) al-Mantsur fi Tartib al-Qawa’id al-Fiqhiyyah[15] (المنثور في ترتيب القواعد الفقهية)

49. Syihabuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Shalih bin Ahmad  al-Biqa’i al-Zuhri al-Dimasyqi (795H).
a) al-‘Umdah

50. Syarafuddin Abu al-Ruh, ‘Isa bin ‘Usman bin ‘Isa al-Ghazzi (799H)
a) al-Jawahir wa al-Durar[16].

===
[1] Merupakan huraian bagi kitab al-Wasith, karya Imam al-Ghazali (505H). Ibn al-Rif’ah memulakan penyusunan karya beliau ini, dari bahagian akhir daripada kitab al-Wasith, iaitu bahagian jinayat, hudud dan ta’zir sehingga akhir kitab dan diikuti dengan bahagian muamalat. Kemudiannya, baharulah beliau menghuraikan bahagian awal kitab, iaitu bahagian ibadat dan hukum kekeluargaan. Namun beliau tidak sempat menyempurnakan karya beliau ini, kerana kewafatannya. Dalam bahagian ibadat, beliau hanya sempat membuat penghuraian sebahagian daripada bab solat. Ada pengkaji menyebutkan bahawa beberapa bab mengenai ibadat yang ditinggalkan oleh Ibn al-Rif’ah, iaitu zakat, puasa dan haji telah disiapkan huraiannya oleh seorang tokoh ulama mazhab Syafi’i yang terkemudian, iaitu al-‘Allamah al-Qamuli al-Syafi’i. Wallahu a’lam.

[2] Dalam karya-karya fiqh mazhab Syafi’i, jika disebutkan kitab al-Kifayah secara mutlak tanpa judul lengkapnya (Kifayah al-Nabih), maka ia merujuk kepada kitab ini. Di antara kitab yang ada kaitan dengan kitab al-Kifayah, ialah;

a)  Tashil al-Hidayah wa Tahshih al-Kifayah, karya Ibn Naqib al-Mishri, Syihabuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Lukluk (702-769H).b)   al-Hidayah ila Awham al-Kifayah, karya Jamaluddin Abu Muhammad Abdul Rahim bin al-Husain bin ‘Ali al-Qurasyi al-Isnawi al-Mishri (704-772H).

[3] Kemungkinan syarah (huraian) bagi kitabal-Tahrir fi al-Furu’ karya Abu al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad al-Jurjani (482H).

[4] Kitab Jawahir al-Bahr adalah ringkasan bagi kitab al-Bahr al-Muhith fi Syarh al-Wasithkarya beliau sendiri. Kitab ini kemudiannya telah diringkaskan pula oleh Sirajuddin ‘Umar bin Muhammad al-Yamani [887H] dengan kitabnya Jawahir al-Jawahir.

[5] Ia merupakan mukhtashar (ringkasan) bagi kitab al-Hawi al-Shaghir karya Imam Najmuddin Abdul Ghaffar bin Abdul Karim al-Qazwaini al-Syafi’i (585-665H).

[6] Iaitu huraian bagi kitab al-Ta’jiz fi Ikhtishar al-Wajiz, karya Tajuddin Abu al-Qasim Abdul Rahim bin Muhammad bin Muhammad al-Mawshuli (671H)

[7]  Kitab al-Zubab adalah sebuah kitab yang disusun kembali dari Matn  al-Taqrib atau lebih dikenali sebagai Matan Abu Syuja’, dengan beberapa penambahan oleh pengarangnya. Kitab ini kemudiannya telah disusun kembali oleh Imam Ibn  Ruslan al-Maqdisi al-Syafi’i (753H -844H) dalam bentuk nazam melalui kitabnya yang terkenal dengan judul Manzhumah Shafwah al-Zubad atau Alfiyyah al-Zubad fi al-Fiqh al-Syafi’i.

[8] Ia juga dikenali dengan Bahjah al-Wardiyyah iaitu ringkasan kitab al-Hawi al-Shaghir karya al-Qazwaini (665H) dalam bentuk nazham.

[9] Kitab ini disusun bagi menyempurnakan kitab al-Majmu’  yang disusun  oleh Imam al-Nawawi (676H) sebelumnya. Di mana Imam al-Nawawi hanya sempat menghurai kandungan kitab al-Muhazzab karya Abu Ishaq Ibrahim bin Ali al-Syairazi al-Fayruzabadi (393-476H) sampai awal babMu’amalat. Imam Taqiyuddin al-Subki menyambung kembali usaha bagi menyempurnakan huraian kitab al-Muhazzab, namun usaha yang besar ini, terhenti lagi apabila Taqiyuddin al-Subki meninggal dunia lebih awal setelah menyelesaikan tiga jilid dari kitab al-Majmu’ iaitu sampai bab al-Murabahah dari Kitab al-Buyu‘.

[10] Ringkasan bagi kitab Kifayah al-Nabih Syarh al-Tanbih, karya Ibn al-Rif’ah (710H). Kebiasaannya, jika disebut kitab al-Kifayahsecara mutlak , maksudnya kitab Kifayah al-Nabih, karya Ibn al-Rif’ah.

[11]   Iaitu ziyadat (tambahan) bagi kitab al-Mathlab ‘ala al-Rafi’i karya Ibn al-Rif’ah (710H).

[12] Syarah bagi kitab Tashhih al-Tanbihkarya al-Nawawi. Beliau mempunyai syarah yang lain bagi kitab al-Tashhih iaitu al-Tanqih fima yarid ‘ala al-Tashhih.

[13] Syarah bagi kitab Rawdhah al-Thalibinkarya Imam al-Nawawi

[14] Kitab yang menggabungkan isi kandungan kitab al-Rawdhah karya al-Nawawi dan al-Syarh al-Kabir karya al-Rafi’i.

[15] Kitab mengenai kaedah fiqh (qawa’id fiqhiyyah). Al-Zarkasyi  menyusun kitab ini berdasarkan kitab al-Asybah wa al-Nazhair fi Fiqh al-Syafi’iyah (الأشباه والنظائر في فقه الشافعية), karya al-Imam al-Muhaddis al-Faqih Shadruddin, Abu Abdullah Muhammad bin Umar al-Murahhil (665-716H), yang terkenal dengan gelaran Ibn al-Wakil al-Mishri.

[16] Sebuah kitab fiqh yang besar. Antara kandungannya menerangkan perbezaan kaedah para ulama  dalam menetapkan hukum sesuatu permasalahan fiqh.
===

***Rujukan: Blog Karya Ulama

FIKIH SYAFI'IYYAH


Abad ke-7 Hijriah (600-699 H)

1. Muntajibuddin Abu al-Futuh, As’ad bin Mahmud bin Khalaf al-‘Ijliy al-Ashbahani (515-600H)
a) Syarh al-Muhazzab
b)  Tatimmah al-Tatimmah[1]

2. Al-Thawus, Abu al-Fadhl Ruknuddin al-‘Iraqi bi Muhammad bin al-‘Iraqi al-Hamzani al-Qazwaini (600H)
a) al-Thariqah al-Masyhurah fi al-Khilaf
b) Lubab al-Tahzib[2]

3. Dhiya-uddin Abu ‘Amru ‘Utsman bin ‘Isa Dirbas al-Kurdi al-Huzbani al-Maraniy al-Mishri (516-602H)
a) al-Istiqshak Syarh al-Muhazzab

4. Ibn Bathisy, ‘Imaduddin Isma’il bin Hibbatullah (602H)
a) al-Istiqshak li Mazahib al-‘Ulama al-Fuqaha

5. Fakhruddin al-Razi, Abu Abdullah Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain al-Razi (544- 606H)
a) Syarh al-Wajiz

6. ‘Imaduddin Abu Hamid Muhammad bin Yunus bin bin Muhammad al-Irbili (535-608H)
a) al-Fatawa (al-Fatawa al-Wasithiyyah)

7. Mu’inuddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim bin Abu al-Fadhl al-Sahli al-Jajarmi (613H)
a) Iydhah al-Wajiz

8. Syamsuddin Muhammad bin Abdul Rahman al-Hadhrami al-Tarimi (613H)
a) al-Ikmal lima waqa’a fi Tanbih min al-Isykal wa al-Ijmal

9. Aminuddin Abu al-Khayr Muzaffar bin Abu Muhammad bin Ismail al-Rarani al-Tibrizi (558-621H)
a) Simth al-Fawa-id
b) Mukhtashar al-Tabrizi[3]

10. Al-Imam Abu al-‘Abbas Ahmad bin al-Imam Musa bin Yunus al-Mawshuli (622H)
a) Syarh al-Tanbih

11. Jamaluddin Abu al-Walid Yunus bin Badran bin Fayruz al-Qurasyi al-Syaibi al-Hijazi al-Maliji (al-Jamal al-Mishri) (623H)
a) Mukhtashar al-Umm

12. Al-Imam Abu al-Qasim Abdul Karim bin Muhammad bin Abdul Karim al-Rafi-‘iy al-Qazwini (624H).
a) al-Muharrar
b)  Fath al-‘Aziz Syarh al-Wajiz ( al-Syarh al-Kabir )
c) Syarh al-Shaghir
d) al-Taznib fi al-Furu’  ‘ala al-Wajiz li al-Ghazali

13. Sha-inuddin Abdul Aziz bin Abdul Karim al-Jayli (629H)
a) al-Mudhih al-Nabih fi Syarh al-Tanbih

14. Muhammad bin Ahmad Baththal al-Rakabiy   (630H)
a) Nuzhum al-Musta’zib Fi Syarh Gharib al-Muhazzab

15. Ibn al-Hadus, Abu Muhammad al-Mu’afi bin Ismail bin al-Husain al-Mawshuli (551-630H)
a) al-Kamil fi al-Fiqh[4]

16. Al-Qala-‘i, Muhammad bin ‘Ali bin Abi ‘Ali al-Qala-‘i al-Yamaniy (630H)
a) Ihtirazat al-Mazhab
b) al-Mustaghrib fi al-Muhazzab
c) Kanz al-Huffazh fi Ghara-ib al-Alfazh al-Muhazzab

17. Radhiyuddin Abu Dawud Sulaiman bin Muzaffar bin Ghana-im al-Jili (631H)
a) al-Ikmal

18. Sha-inuddin Abu al-Qasim ‘Abdul ‘Aziz bin Abdul Karim bin Abdul Kafi al-Humami al-Jili (632H)
a) al-I’jaz fi al-Ghaz

19. Syamsuddin Abu ‘Abdullah Muhammad bin Mu’in bin Sulthan al-Syaibani al-Dimasyqi (640H)
a) al-Tanqib ‘ala al-Muhazzab

20. Ibn Abi al-Dam, Ibrahim bin oleh ibn Abi al-Dam, Ibrahim bin Abdullah al-Hamdani al-Hamawi (583-642H).
a) Iydhah al-Aghalith al-Mawjudah fi al-Wasith / Syarh  Musykil al- Wasith
b) Adab al-Qadha’

===
[1] Kitab Tatimmah al-Tatimmah adalah sebuah kitab yang disusun oleh Imam Muntajibuddin al-‘Ijli bagi menyempurnakan kitab Tatimmah al-Ibanah  karya Imam Abu Sa’id Abdurrahman bin Ma’mun al-Mutawali al-Naisaburi (478H) yang tidak sempat disiapkannya. Di mana kitab Tatimmah al-Ibanah yang disusun oleh al-Mutawali merupakan sebuah kitab huraian (syarah) bagi kitab al-Ibanah  iaitu sebuah kitab fiqh yang disusun oleh Abu al-Qasim Abdurrahman bin Muhamad Ahmad bin Fawran al-Fawrani (461H).
[2] Ia merupakan ringkasan kitab al-Tahzib karya Imam al-Baghawi (516h). Ia  bukan sekadar ringkasan, beberapa maklumat tambahan dan susunan baru dibuat oleh pengarangnya bagi menyempurnakan karya ini.

[3] Ia merupakan ringkasan bagi kitab al-Wajiz, karya Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505H)

[4] Dalam kitab ini dihimpunkan permasalahan fiqh syafi’i berdasarkan  kitab-kitab dari dua tariqah, iaitu tariqah khurasan dan Iraq. Ia sebuah kitab yang agak tebal, hampir menyamai ketebalam kitab Rawdhah al-Thalibin, karya al-Nawawi (676H).

===

21. al-Hafizh Ibn al-Shalah, Taqiyuddin Abu ‘Amru Utsman bin Abdur Rahman al-Kurdi al-Syahrazuri (577-643H)
a) Syarh Musykil al-Wasith /Ta’liqat ‘ala al-Wasith
b) Fatawa Ibn al-Shalah
c) Shilah al-Nasik
d) Adab al-Mufti wa al-Mustafti

22. Abu Abdullah Muhammad bin al-Husain bin Muhammad al-Armawi al-‘Alawi (Qadhi al-‘Askar) (650H)
a) Syarh Fara-idh al-Wasith

23. Zakiyuddin Abu Muhammad ‘Abdul Azhim bin ‘Abdul Qawiy  bin ‘Abdullah al-Munziri al-Mishri (581-656H)
a) Syarh al-Tanbih

24. Ibn al-Tilmisani, Syarafuddin Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Ali al-Fihri al-Mishri (658H)
a)  al-Mughni Syarh al-Tanbih

25. Izzuddin, Abu Muhammad  ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdul Salam bin Abu al-Qasim bin al-Hasan al-Sullami al-Dimasyqi (577-660H)
a) al-Ghayah fi Ikhtishar al-Nihayah[1]
b) al-Fatawa al-Kubra (al-Fatawa al-Mawshiliyyah)

26. Ibn al-Ustaz al-Asadi, Kamaluddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abdullah bin Abdul Rahman (662H)
a) al-Hawasyi  ‘ala Fatawa Ibn al-Shalah
b) Syarh al-Wasith

27. Najmuddin Abdul Ghaffar bin Abdul Karim al-Qazwaini (585-665H)
a) al-Hawi al-Shaghir
b) al-Lubab[2]
c)  al-‘Ujab Syarh al-Lubab

28. Ya’qub bin Abdul Rahim bin Ibn ‘Ashrun (665H)
a) al-Masa-il ‘ala al-Muhazzab

29. Kamaluddin Abu al-Fadha-il Salar bin al-Hasan bin ‘Umar al-Irbili (670H)
a) Mukhtashar al-Bahr[3]

30. Muwaffiquddin Hamzah bin Yusuf al-Hamawi (670H)
a) Syarh Musykilat al-Wasith

31. Tajuddin Abu al-Qasim Abdul Rahim bin Muhammad bin Muhammad al-Mawshuli (671H)
a)  al-Tathriz Syarh al-Wajiz
b)  al-Ta’jiz Mukhtashar al-Wajiz (al-Ta’jiz fi Ikhtishar al-Wajiz)

32. Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (631-676H)
a)  Rawdhah al-Thalibin
b) Daqa-iq al-Rawdhah
c)  al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab
d) Nukat al-Muhazzab
e) Minhaj al-Thalibiin Wa ‘Umdah al-Muftiin
f)  al-Iydhah Fi al-Manasik
g)  Fatawa al-Nawawi /al-Masa-il al-Mantsurah
h)  al-Tahqiq
i) al-Tanqih Syarh al-Wasith[4]
j) Nuktah ‘ala al-Wasith
k) al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim[5]
l) Tuhfah Thalib  Syarh al-Tanbih[6]
m)  al-‘Umdah Fi Tashhih al-Tanbih
n) Nuktah al-Tanbih
o) al-Tahrir fi Lughat al-Tanbih
p)  Muhimmah al-Ahkam[7]
q) al-Muntakhab Mukhtashar al-Taznib[8]
r)  Ru-us al-Masa-il wa Tuhfah al-Thulab al-Fadha-il
s) Wujub Takhmis al-Ghanimah wa Qismah Baqiha
t)  al-Ushul wa al-Dhawabith
u)  Daqa-iq al-Minhaj

33. Abu al-Zabih Isma’il bin Muhammad bin ‘Ali al-Hadhrami (676H)
a) Syarh al-Muhazzab

34. Abu al-Farj Mufdhal bin Mas’ud al-Tanukhi
a) al-Lubab (Mukhtashar al-Tanbih)

35. Imam Yusuf bin Ibrahim al-Ardabili (676H )
a) al-Anwar li A’mal al-Abrar

36. ‘Alauddin ‘Ali bin Abu al-Hazm bin al-Nafis al-Qurasyi al-Mishri al-Thabib (687H)
a)   Syarh al-Tanbih

37. Al-Imam Kamal al-Din Ahmad bin ‘Isa bin Ridhwan al-‘Asqalani al-Qalyubi (689H)
a)  al-Isyraq fi SyarhTanbih Abi Ishaq

38. al-Qadhi (Qadhi Qudha’) Nashiruddin Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali al-Baydhawi al-Syairazi (685H)
a) al-Ghayah al-Qushwa fi Dirayah al-Fatwa
b)  Syarh al-Tanbih
c)  al-Tazkirah
d) Minhaj al-Wushul fi ‘Ilm al-Ushul[9]

39. Al-Imam Taj al-Din Abdul Rahman bin Ibrahim al-Fazari (690H)
a)  al-Iqlid li Dar-i al-Taqlid (Syarh al-Tanbih)
b)  al-Fatawa

40. Abu Muhammad Abdul ‘Aziz bin Ahmad bin Sa’id al-Damiri al-Dirini al-Mishri  (612/613-694H)
a) Nazham al-Tanbih

41. Muhibbuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abdullah al-Thabariy (615-694H)
a) al-Thiraz al-Muzahhab (Mukhtashar al-Muhazzab)
b)  Syarh al-Tanbih
c) Maslak al-Nabih fi Talkhis al-Tanbih
d) al-Ahkam al-Mabsuthah

42. Baha-uddin Abu al-Qasim Hibbatullah bin Abdullah bin Sayyid al-Kull al-Qafthiy (600-697H)
a)  Syarh al-Hadiy[10]

43. Syihabuddin Abul ‘Abbas Ahmad bin Faruh bin Ahmad bin Muhammad bin Faruh al-Lakhmi al-Isybili al-Syafi’i (699H)
a) Mukhtashar Khilafiyaat al-Baihaqi[11]

===
[1] Ringkasan bagi kitab Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Mazhab karya Imam al-Haramain al-Juwaini (417-478H).

[2] Merupakan kitab yang menghimpunkan pendapat-pendapat yang difatwakan oleh Ashab al-Wujud dan al-Aqawil dalam mazhab al-Syafi’i.

[3] Ringkasan bagi kitab Bahr al-Mazhabkarya Imam Fakhr al-Islam Abu al-Muhasin Abdul Wahid bin Ismail bin Ahmad al-Thabari al-Ruyani (502H).

[4] Beliau hanya sempat menyusunnya sampai di pertengahan kitab al-Shalah, iaitu mengenai syarat-syarat solat.

[5] Walaupun ia merupakan kitab huraian hadis, namun begitu ia juga boleh dikatogori sebagai kitab fiqh Syafi’i kerana terdapat perbincangan fiqh berdasarkan mazhab Syafi’i.

[6] Beliau tidak sempat menyempurnakannya, hanya  di pertengahan kitab al-Shalah.

[7] Karya beliau ini hanya sampai di pertengahan kitab al-Thaharah, iaitu mengenai kebersihan pakaian dan badan.

[8] Ringkasan sebuah kitab karya Imam Abu al-Qasim al-Rafi’I (624H) yang berjudul al-Taznib fi al-Furu’  ‘ala al-Wajiz li al-Ghazali

[9] Sebuah kitab usul fiqh yang terkenal, yang menjadi rujukan para ulama.

[10] Huraian bagi Kitabal-Hadiy fi al-Fiqh, karya Quthbuddin Abu al-Ma’ali Mas’ud bin Muhammad bin Mas’ud al-Thuraisyisyi al-Naysaburi (505-578H)

[11] Ringkasan kitab al-Khilafiyyat karya al-Hafiz Abu Bakar Ahmad  bin al-Husain bin ‘Ali al-Bayhaqi (384-458H).

===

FIKIH SYAFI'IYYAH


Abad ke-6 Hijriah (500-599 H)

1. Muhammad bin Ali bin Abu Ali al-Qal’iy al-Yamani  (500H)
a) Ihtirazat al-Muhazzab

2. Abu Sa’ad Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Harawi (500H)
a). al-Isyaraf ‘ala Ghawamidh al-Hukumat

3. Ishaq bin Yusuf bin Ya’qub al-Sharadafi al-Yamani (500H)
a) al-Kafi fi al-Fara-idh wa fi al-Hisab

4. Abu al-Muhasin Abdul Wahid bin Ismail bin Ahmad al-Thabari al-Ruyani (415-502H)
a) Bahr al-Mazhab[1] 
b) Hilyah al-Mukminin fi al-Furu’
c) al-Kafi fi al-Furu’

5. Al-Qadhi Abu Nashr  Syuraih bin Abdul Karim bin Muhammad al-Ruyani (505H)
a) Rawdhah al-Hukkam wa Zinah al-Ahkam

6. Hujjatul Islam Abu Hamid, Muhammad bin Muhammad al-Ghazzali (450-505H)
a) al-Basith[2]
b) al-Wasith Fi al-Mazhab
c) al-Wajiz Fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i[3]
d) al-Khulashah
e) al-Ihya ‘Ulum al-Din[4]

7. Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin al-Husain bin ‘Umar al-Syasyi al-Qaffal al-Faraqy   (429-507H)
a) al-Syafiy fi Syarh al-Syamil[5]
b)  Hilyatul ‘Ulamaa’ fiy Ma’rifati Madzahib al-Fuqahaa’
c) al-Mu’tamad[6]

8. Muhyi al-Sunnah Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi (436-516H)
a) Tahzib al-Fatawa ( al-Tahzib fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i)
b) Syarh Mukhtashar al-Muzani

9. Abu al-Fath Sulthan bin Ibrahim bin Muslim al-Maqdisi (442-518/535H)
a) al-Tiqa al-Khatanain

10. Abu Ishaq al-Ruyani Ibrahim bin Ali bin al-Husain al-Syaibani al-Thabari (523H)
a) al-‘Uddah (al-‘Uddah al-Shughra)[7]

11. Al-Qadhi Abu ‘Ali al-Hasan bin Ibrahim bin ‘Ali bin Barhun al-Fariqi (433-528H)
a) al-Fatawa al-Majmu’ah
b) Fawa-id al-Muhazzab

12. ‘Imaduddin Abu Hamid Muhammad bin Yunus bin Muhammad al-Irbili al-Mawshuli (535H)
a) al-Fatawa
b) al-Muhith Jam’ al-Muhazzab wa al-Wasith

13. Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad bin Muhammad al-Marwazi (453-536H)
a) al-Ta’liqah al-Mabsuthah

14. Abu Sa’ad Muhyiddin Muhammad bin Yahya bin Manshur al-Naysaburi  (476-548H)
a) al-Muhith Syarh al-Wasith
b) al-Inshaf fi Masa-il al-Khilaf

15. Abu al-Ma’ali, Mujalla bin Jumai’ bin Naja al-Makhzumi al-Arsuqi al-Mishri (550H)
a) Adab al-Qadha’ (al-‘Umdah)

16. Abu Amru ‘Usman bin Muhammad bin Ahmad al-Mush’abi (550H )
a) Syarh Mukhtashar al-Mukhtashar[9]

17. Abu Khalaf ‘Awdh bin Ahmad al-Syarwani al-Syirazi  (550H)
a) Syarh Mukhtahar  al-Mukhtashar[10]

18. al-Qadhi Abu al-Ma’ali Mujalla bin Jami’ al-Makhzumi (550H)
a) al-Zakha-ir fi al-Furu’

19. Ibn al-Khall al-Syafi’i, al-Imam Abu al-Hasan Muhammad bin Mubarak Muhammad al-‘Ukbari (475-552H)
a) Tawjih al-Tanbih ( Syarh al-Tanbih li al-Syairazi)

20. Abu Muhammad Abdullah bin Yahya bin Abi al-Haytsam al-Sha’abi al-Yamani (553H)
a) Ghayah al-Mufid wa Nihayah al-Mustafid fi al-Kalam ‘ala al-Muhazzab

21. Abu Husain Yahya bin Abu al-Khayr bin Salim al-‘Imrani al-Yamaniy  (489-558H)
a) al-Bayan Fi Mazhab al-Syafi‘i[11]
b) Musykil al-Muhazzab (Bayan ma Asykala min al-Muhazzab)
c) Radd al-Su-al ‘amma fi al-Muhazzab
d) Ghara-ib al-Wasith
e)  al-Zawa-id fi al-Furu’[12]

22. Hamalul Islam Abu Qasim Umar bin Muhammad bin Ahmad / Ibn al-Bazri (560H)
a) al-Fatawa
b) Hill Isykalat al-Muhazzab

23. Abu Muhammad, Mahmud bin al-‘Abbas al-Khawarizmi (568H)
a) al-Kafi

24. Quthbuddin Abu al-Ma’ali Mas’ud bin Muhammad bin Mas’ud al-Thuraisyisyi al-Naysaburi (505-578H)
a) al-Hadi  fi al-Fiqh[13]

25. Ibn Abu ‘Ashrun, Abu Sa’ad Syarafuddin Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin al-Mutahhar bin  ‘Ashrun (493-585H)
a) al-Muzahhab Fi Gharib al-Muhazzab
b) Fawa-id al-Muhazzab
c) Shafwah al-Mazhab ‘ala Nihayah al-Mathlab[14]
d) al-Dhari’ah fi ma’rifah al-Syari’ah
e) al-Intishar

26. Najmuddin Abu al-Barakat Muhammad bin al-Muwaffiq bin Sa’id al-Khubusyani (510-587H)
a) Tahqiq al-Muhith

27. Al-Qadhi Abu Syuja’, Syihabuddin Ahmad bin al-Hasan bin Ahmad al-Ashbahani (533-593H)
a) al-Ghayah Fi al-Ikhtishar/ Matn al-Taqrib / Matn Abu Syuja’
b)  Syarh al-Iqna’ fi Furu’ al-Syafi’iyyah[15]

===
[1] Merupakan kitab huraian () bagi kitab Mukhtashar al-Muzani, karya Imam Ismail bin Yahya al-Muzani (246H).
[2] Dikatakan kitab al-Basith adalah ringkasan bagi kitab Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Mazhab karya Imam al-Haramayni al-Juwaini (478H). Kitab al-Basith walaupun ringkasan kepada Nihayah al-Mathlab, tidaklah bermakna semua kandungannya adalah daripada kitab tersebut, malah Imam al-Ghazali turut memuatkan pandangan-pandangannya. Ini adalah manhaj ulama terdahulu dalam meringkaskan kitab. Sebagaimana Imam al-Nawawi (676 H) yang meringkaskan kitab al-Muharrar karya Imam al-Rafi’i dengan penambahan dan pembetulan. Kitab al-Basith ini kemudiannya telah diringkaskan sendiri oleh al-Ghazali dengan beberapa tambahan di dalam kitabnya al-Wasith.

[3] Kitab al-Wajiz adalah ringkasan kitab al-Wasith karya al-Ghazali sendiri. Kitab al-Wajiz telah dihuraikan (syarah) beberapa ulama, antaranya;

     a)Imam Fakhruddin al-Razi (606H),     b)Imam al-Rafi’i (623H) melalui karyanya Fath al’Aziz Syarh al-Wajiz, yang juga terkenal dengan judul al-Syarh al-Kabir. Kitab al-Syarh al-Kabir kemudiannya telah diringkaskan oleh al-Nawawi dalam kitab al-Rawdhah al-Thalibin.

[4] Walaupun Kitab al-Ihya’ lebih terkenal sebagai kitab tasawwuf, namun begitu ia juga boleh dianggap sebagai kitab fiqh kerana sebahagian isi kandungannya menyentuh bidang fiqh.

[5] Iaitu syarah bagi Kitab al-Syamil karya Ibn al-Shabbagh (477H)

[6] Syarah bagi kitab Hilyatul ‘Ulamaa’ fiy Ma’rifati Madzahib al-Fuqahaa’, iaitu karya beliau sendiri.

[7] Jika disebutkan kitab al-‘Uddah, maka yang dimaksudkan adalah kitab al-‘Uddah al-Shughra.  Haji Khalifah menyebutkan dalam kitabnya Kasyf al-Dzunun (2/1129) nama kitab ini adalah al-‘Uddah – tanpa perkataan al-Shughra. Kemungkinan perkataan al-Shughra tersebut ditambahkan di hujungnya bagi membezakannya dengan kitab al-‘Uddah al-Kubra, iaitu karya Imam Abu Abdullah al-Husain bin Ali al-Thabari (495H).

[8] Beliau adalah cucu kepada al-Imam  Abu al-Hasan Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Mahamili, al-Dhabbi al-Baghdadi (368-415H)

[9] Kitab yang menghuraikan (syarah) kitab Mukhtashar al-Mukhtashar karya Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin Abdullah al-Juwaini (438H).

[10] Juga kitab syarah bagi kitab Mukhtashar  al-Mukhtashar  karya Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin Abdullah al-Juwaini (438H).

[11] Ia merupakan kitab yang menghuraikan kandungan kitab al-Muhazzab karya Abu Ishak al-Syairazi (476H))

[12] Disusun dalam dua juzuk, sebagai tambahan bagi kitab al-Muhazzab karya al-Abu Ishaq al-Syairazi (476H).

[13]   Kitab ini telah disyarahkan oleh Baha-uddin al-Qafthi Hibbatullah bin Abdullah (697H)

[14] Nama ini disebutkan oleh al-Subki. Ibn Khalikan dan Haji Khalifah pula menyebutkannya sebagai Shafwah al-Mazhab min Nihayah al-Mathlab. Manakala Ibn Qadhi Syuhbah menyebutnya sebagai Shafwah fi Ikhtishar Nihayah al-Mathlab. Berdasarkan judul yang diberikan oleh al-Subki (Shafwah al-Mazhab ‘ala Nihayah al-Mathlab), kitab ini adalah huraian (syarah) bagi kitab Nihayah al-Mathlab karya al-Imam Haramain al-Juwaini (478H). Sedangkan berdasarkan judul yang disebutkan oleh Ibn Khalikan, Haji Khalifah dan Ibn Qadhi Syuhbah, kitab ini merupakan ringkasan bagi kitab Nihayah al-Mathlab. Judul yang diberikan oleh mereka ini lebih tepat berbanding dengan judul yang disebutkan oleh al-Subki, kerana kitab Nihayah al-Mathlab ditulis merangkumi 40 jilid. Sedangkan kitab Shafwah ini hanya merangkumi 7 jilid sahaja. Berdasarkan realiti tersebut, terbukti bahawa kitab al-Shafwah ini merupakan ringkasan bagi kitab Nihayah al-Mathlab dan bukannya kitab huraiannya.

[15]   Iaitu syarah bagi kitab al-Iqna’ karya Imam al-Mawardi (450H)

===

Sumber.infokito.wordpress.com

FIKIH SYAFI'IYYAH


Abad ke-5 Hijriah (400-499 H)

1. Abu al-Hasan al-Qasim bin Muhammad bin ‘Ali al-Syasyi , Ibn al-Qaffal al-Kabir (400H)
a) al-Taqrib Syarh Mukhtashar al-Muzani

2. Abu al-Qasim Yusuf bin Ahmad bin Yusuf bin Kajj al-Dinawari (405H)
a) al-Tajrid

3. Abu Ali Husain bin Syu’aib bin Muhammad al-Sinji (406H)
a) Syarh Mukhtashar al-Muzani
b) Syarh al-Talkhish li Ibn al-Qash
c) Syarh al-Furu’ li Ibn al-Haddad

4. al-Qadhi Abu Hamid al-Isfirayini, Ahmad bin Muhammad (344-406H)
a) al-Ta’liqah al-Kabirah  fi al-Fiqh ‘ala Mukhtashar al-Muzani[1]

5. al-Mahamili, Abu al-Hasan Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Mahamili, al-Dhabbi al-Baghdadi (368-415H)
a) al-Lubab fi Fiqh al-Syafi’i
b) al-Majmu’
c) al-Muqna’
d) al-Tajrid

6. Abu Bakr Abdullah bin Ahmad bin Abdullah al-Marwazi al-Qaffal al-Shaghir (327-417H)
a) Syarh al-Talkhish li Ibn al-Qash
b) Fatawa al-Qaffal
c) Syarh al-Furu’ li Ibn al-Haddad
d) Syarh Kitab ‘Uyun al-Masail li  Abi Bakr al-Farisi[2]

7. Abu ‘Ali Al-Hasan bin Abdullah bin Yahya al-Bandaniji (425H)
a) al-Ta’liqah (al-Jami’)
b) al-Dzakhirah

8. Al-Ustaz Abu Mansur Abdul Qahhir bin Thahir bin Muhammad al-Baghdadi (429H)
a) Syarh Miftah Ibn al-Qash

9. Abu al-Fadhl Abdullah bin ‘Abdan bin Muhammad al-Hamdani (433H)
a) Syara-ith al-Ahkam

10. Rukn al-Islam Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin Abdullah al-Juwaini (438H)[3]
a) al-Tabshirah fi al-Waswasah
b) Mukhtashar al-Mukhtashar  (al-Mu’tashar)[4]
c) Mukhtashar fi Mawqif al-Imam wa al-Makmum
d) al-Jam’  wa al-Farq

11. Abu Hatim Mahmud bin al-Hasan bin Muhammad al-Anshari al-Thabari al-Qazwaini (440H)
a) Tajrid al-Tajrid[5]
b) al-Hiyal al-Dafi’ah

12. Abu al-Qasim al-Kurkhi Manshur bin ‘Umar bin ‘Ali al-Baghdadi (447H)
a) al-Ghunyah fi al-Mazhab

13. Abu ‘Ali al-al-Zujajiy, al-Qadhi al-Hasan bin Muhammad bin al-‘Abbas al-Zujaji al-Thabari (447H)
a) Ziyadah al-Miftah  (al-Tahzib)

14. Abu al-Farj Muhammad bin Abdul wahid bin Muhammad al-Darimi al-Baghdadi (358-448H)
a) al-Istizkar

15. Abu al-Thayyib, Thahir bin Abdullah al-Thabari (445H/450H)
a) Syarh Mukhtashar al-Muzani  (al-Ta’liqah)
b) Syarh Furu’ Ibn al-Haddad
c) Syarh al-Kifayah.
d) al-Mujarrad

16. Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri (364-450H)
a) al-Hawi al-Kabir Syarh Mukhtashar al-Muzani
b) al-Iqna’ fi al-Fiqh al-Syafi’i[6]
c) al-Ahkam al-Sulthaniyyah

17. ‘Imaduddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Ruyani al-Thabari (450H)
a) Adab al-Qadha

18. Muhammad bin Banan bin Muhammad al-Kazaruni (455H)
a) al-Ibanah fi al-Fiqh al-Syafi’i.

19. Al-Fawrani, Abdurrahman bin Muhamad Ahmad bin Fawran (461H)
a)  al-Ibanah fi Furu’ al-Syafi’i[7]
b) al-‘Umdah

20. Abu ‘Ashim Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-‘Abbadi al-Harawi  (375-458H)
a) al-Ziyadat
b) Ziyadat al-Ziyadat[8]

21. Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad  bin al-Husain bin ‘Ali al-Bayhaqi  (384-458H)
a) Ma’rifah al-Sunan wa al-Atsar / al-Sunan al-Wustha
b)  al-Mabsuth fi Jami’ Nushush al-Syafi’i
c)  al-Khilafiyyat

22. Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad bin Khayran al-Baghdadi (Ibn Khayran al-Shaghir) ()
a) al-Lathif

23. Al-Qadhi Husain, Abu ‘Ali al-Husain bin Muhammad bin Ahmad al-Marwaruzi (462H)
a) al-Ta’liqah  (Syarh Mukhtashar al-Muzani )
b) al-Fatawa
c) Syarh al-Furu’ Ibn al-Haddad
d) Asrar al-Fiqh

24. Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali al-Syairaziy al-Fayruzabadi (393-476H)
a)  al-Muhazzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i
b)  al-Tanbih[9]
c) Tazkirah al-Mas-ulin fi al-Khilaf
d) al-Nukat fi Masail al-Mukhtalaf fiha Baina al-Syafi’i wa Abi Hanifah

25. Ibn al-Shabbagh, Abu Nashir Abdul Sayyid bin Abdul Wahid al-Baghdadi (400-477H)
a) al-Syamil al-Kabir ‘ala Mukhtashar al-Muzani[10]
b) al-Kamil
c) al-Fatawa

26. Abu Sa’id Abdul Rahman bin Makmun bin Ali al-Mutawalli al-Naisaburi (478H)
a) al-Tatimmah (Tatimmah al-Ibanah)[11]

27. Imam Haramain, Abu al-Ma-‘ali Abdul Malik bin Abdullah al-Juwaini (419-478H)
a)  Nihayah al-Mathlab Fi Dirayah al-Mazhab[12]
b) Ghunyah al-Mustarsyidin fi al-Khilaf

28. Abu al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad al-Jurjani –Qadhi Basrah (482H)
a) al-Bulghah
b) al-Mu’ayah
c) al-Tahrir[13]

29. Abdul Rahman bin Muhammad bin Ahmad bin al-Zar al-Sarakhsi (421-494H)
a) al-Amali[14]

30. Abu Abdullah al- Husain bin Ali  bin al-Husain al-Thabari (418-494/495H)
a) al-‘Uddah ( ‘Uddah al-Kubra Syarh al-Ibanah)[15]

31. Al-Hannathi, Abu ‘Abdullah al-Husain bin Muhamad bin al-Hasan al-Hannathi al-Thabari (495H)
a) al-Fatawa

===
[1] Kitab ini telah diringkaskan oleh Abu Ishaq Ibrahim al-Syairaziy al-Fayruzabadi (393-476H) melalui kitabnya al-Tanbih.

[2] Iaitu karya Abu Bakr Ahmad bin al-Hasan bin Sahl al-Farisi (350H/961M)

[3]  Beliau adalah bapa kepada Imam al-Haramayn al-Juwayni (478H)

[4]  Ia merupakan ringkasan bagi kitab Mukhtashar al-Muzani, Kitab ini telah dihuraikan oleh Imam Abu Amru ‘Usman bin Muhammad bin Ahmad al-Mush’abi (550H), Imam Abu Khalaf ‘Awdh bin Ahmad al-Syarwani al-Syirazi (550H) dan Imam Ibn Thahir.

 

[5] Ia merupakan tajrid bagi kitab al-Tajrid karya sahabatnya Imam al-Mahamili (415H)

[6] Sebuah kitab ringkas dan padat dengan permasalahan hukum syarak, yang meliputi hampir kesemua perbahasan yang yang dibincangkan karya fiqh. Kitab ini telah diterbitkan pertama kalinya oleh Dar al-Ihsan, Taheran, pada tahun 1378H dengan ketebalannya 235 halaman. Kitab ini boleh dimuat turun di pautan https://ia801308.us.archive.org/30/items/FP71016/71016.pdf

[7] Kitab ini telah disyarahkan oleh muridnya al-Mutawalli (478H) dengan kitabnya al-Tatimmah.

[8] Menurut al-Rafi’i kitab ini mengandungi himpunan fatwa al-‘Abbadi

[9] Kitab al-Tanbih merupakan ringkasan kitab al-Ta’liqat karya al-Qadhi Abu Hamid. Ia telah mendapat perhatian besar di kalangan ulama al-Syafi’i, mereka telah menyusun beberapa syarah, mukhtasar, dan sebagainya.

[10] Jika disebutkan kitab al-Syamil secara itlaqnya, maksudnya ialah kitab ini. Kitab al-Syamil telah disyarah oleh Imam Fakhr al-Islam Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin al-Husain bin ‘Umar al-Syasyi al-Qaffal al-Faraqy al-Syafi’i (429-507H) dengan kitabnya al-Syafiy Syarh al-Syamil.

[11] Kitab al-Tatimmah merupakan huraian (syarah) bagi kitab al-Ibanah karya Imam al-Fawrani (461H), iaitu guru kepada Imam al-Mutawalli. Namun kitab ini tidak sempat disempurnakan, hanya sampai bab al-Hudud.

[12] Kitab al-Nihayah dikatakan sebagai ringkasan bagi 4 buah kitab, iaitu Kitab al-Umm, al-Imlak, Mukhtashar al-Buwaithi danMukhtashar al-Muzani. Namun begitu menurut al-Babili dan Ibn Hajar al-Haytami kitab al-Nihayah merupakan syarah bagi Kitab Mukhtashar al-Muzani. Kitab al-Nihayah kemudiannya diringkaskan pula oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali dengan kitabnya al-Basith.

[13] Sebuah kitab yang disusun dalam satu jilid yang tebal, mengandungi masalah hukum yang banyak, tanpa disertai dengan dalilnya (mujarrad dari istidlal.)

[14] Menurut al-Hafiz al-Zahabi judul kitab ini ialah al-Imla’.

[15] Iaitu syarah bagi kitab al-Ibanah karya al-Fawrani (461H)

===

FIKIH SYAFI'IYAH


Abad ke-4 Hijriah (300-399 H)

1.  Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin Sahl al-Farisi  (305H)
a) al-Intiqad ‘ala al-Mukhtashar

2. Ibn Suraij, Abu al-‘Abbas Ahmad bin ‘Umar al-Baghdadi (306H/918)
a) al-Mukhtashar fi al-Fiqh
b) al-Furuq fi al-Furu’
c) al-Wada-i’
d) al-‘Ayn wa al-Dayn

3. Abu Yahya Zakariyya bin Yahya bin ‘Abdul Rahman al-Bashri al-Sajiy (220-307H)
a) Ikhtilaf al-Fuqaha

4. Ibn al-Munzir, al-Imam al-Hafizh al-Faqih  Syaikh al-Islam Abu Bakr Muhammad bin Ibrahim bin al-Munzir al-Naisaburi (309H)
a) al-Ijma’

5. Abu Qasim al-Qazwini Abdullah bin Muhammad bin Ja’far (314H)

6. Abu Abdullah al-Zubair bin Ahmad bin Sulaiman bin Abdullah bin ‘Asim bin al-Munzir bin al-Zubair bin al-‘Awwam  (317H/929M)
a) al-Kafi fi al-Fiqh
b) al-Fara-id
c) al-Jami’ fi al-Fiqh

7. Ibn Ziyad, Abu Bakr Abdullah bin Muhammad bin Ziyad bin Wasil al-Naisaburi (238-324H/-935M)
a) Ziyadat al-Muzani  (Ziyadat Ibn Ziyad ‘ala al-Muzani)[1]

8. Abu Hamid al-Marwazi (326H)
a) al-Ta’liqah

9. Abu Sa’id  al-Hasan bin Ahmad bin Yazid al-Ishtakhri al-Syafi’i (244-328H/939M)
a) Adab al-Qadha’
b) al-Fara-id al-Kabir

10. Abu Bakr Muhammad bin Abdullah al-Baghdadi al-Sairafi (330H)
a) Kitab al-Fara-id

11. Ibn al-Qash, Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abu Ahmad  al-Thabari  (335H/946M)
a) Adab al-Qadhi / Adab al-Qadha’
b) al-Mawaqit
c) al-Talkhish[2]
d) al-Miftah[3]
e) Dala-il al-Qiblah
f)  Nushrah al-Qawlain li al-Imam al-Syafi’i
g)  Syarh Mukhtashar al-Muzani

12. Ibn Abi al-‘Abbas, Abu Hafash ‘Umar bin Ahmad bin ‘Umar bin Suraij al-Baghdadi (340H/952M)
a) Tazkirah al-‘Alim wa al-Muta’allimin

13. Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Marwazi (340H/952M)
a) Syarh Mukhtashar al-Muzani
b) al-Tawassuth

14. Al-Jawbaqi    (340H)
a) al-Nukat ‘ala Syarh Mukhtashar[4]

15. Al-Khuwarizmi, Abu Ahmad Muhammad bin Sa’id bin Muhammad bin Abdullah /Ibn al-Qadhi (343H/954M)
a) al-Hawi al-Qadim[5]
b) al-‘Umdah

16. Ibn al-Haddad al-Kinani,  Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Qadhi ibn al-Haddad (344/345H)
a) al-Furu’ (Furu’ Ibn al-Haddad)[6]
b) Jami’ al-Fiqh
c) al-Bahir fi al-Fiqh
d) Adab al-Qudha’

17. Ibn. Abu Hurairah, al-Qadhi Abu ‘Ali al-Hasan bin al-Husain al-Baghdadi (345H/956M)
a) Syarh Mukhtashar al-Muzani (al-Ta’liq al-Kabir ‘ala al-Mukhtashar / al-Ta’liq al-Shaghir ‘ala al-Mukhtashar)
b) Kitab al-Masa-il
c) Kitab al-Ta’liq Fi al-Fiqh  wa al-Masa-il

18. Abu ‘Ali al-Husain bin Qasim al-Thabari (350H)
a) al-Ifshah fi Syarh al-Mukhtashar

19. Abu Bakr Ahmad bin al-Hasan bin Sahl al-Farisi (350H/961M)
a) ‘Uyun al-Masa-il[7]
b) al-Intiqad ‘ala al-Muzani

20. Ibn al-Qaththan al-Baghdadi, Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad bin Ahmad (359H)
a) al-Furu’

21. Al-Qadhi Abu Hamid, Ahmad bin Bisyr bin ‘Ami al-Amiri al-Marwaruzi (362H/972M)
a) Syarh Mukhtashar al-Muzani
b) al-Jami’ al-Kabir
c) al-Jami’ al-Shaghir
d) al-Fatawa

22. Shahib Jam-’u al-Jawami’, Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin al-‘Ifris al-Zuzani (362H/972M)
a) Jam’u al-Jawami’[8]

23. Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali bin Ismail al-Syasyi al-Qaffal al-Kabir (291-365H)
a) Adab al-Qadha’
b) Mahasin al-Syari’ah

24. Ibn al-Qaththan, al-Hafiz Abu Ahmad Abdullah bin ‘Adi bin Abdullah al-Jurjani (277-365H)
a) al-Intishar ‘ala Mukhtashar al-Muzani

25. Muhammad bin Ahmd bin al-Azhar al-Lughawi al-Azhari (282-370H)
a) al-Intishar li al-Syafi’i
b) Syarh Alfazh al-Mukhtashar

26. Abu al-Fayyad, Muhammad bin al-Husain bin al-Muntashir al-Bashri (385H/995M)
a) al-Lahiq ‘ala al-Jami’ / al-Lahiq bi al-Jami’[9]

27. Al-Khatan, Abu Abdullah Abu Abdullah Muhammad bin al-Hasan bin Ibrahim al-Istirabazi al-Jurjani (311-386H / 996M)
a) Syarh al-Talkhish Ibn al-Qash

28. al-Saimari, Abu al-Qasim Abdul Wahid  bin al-Husain bin Muhammad al-Qadhi (386H /996M)
a) al-Iydhah fi al-Mazhab

29. al-Dhaymari, Abu al-Qasim ‘Abu al-Wahid bin al-Husayn bin Muhammad al-Dhaymari al-Bashri  (386H)
a) al-Irsyad Syarh al-Kifayah

30. Ibn al-Daqqaq, Abu Bakr Muhammad bin Ja’far al-Baghdadi (306-392H/1001M)
a) Syarh Mukhtashar al-Muzani

31. al-Jurjani, al-Qadhi  Abu al-Hasan Ali bin Abdul Aziz bin al-Hasan (392H/1001M)
a) al-Wakalah

32. Abu Sa’id Ismail  bin Ahmad bin Ibrahim al-Isma’ili  ( 396H /1005M)
a)  al-Asyribah

33.  Abu al-Hasan Ali bin al-Husain al-Juri (398/400H)
a)  al-Mursyid fi Syarh Mukhtashar al-Muzani.

===
[1] Kandungan kitab ini sebagai tambahan bagi kandungan  asal Kitab Mukhtashar al-Muzani.  Di kalangan fuqaha mazhab Syafi’i ia  terkenal sebagai kitab  Ziyadat Ibn Ziyad.

[2] Kitab ini telah dihuraikan (syarah) oleh  Abu Abdullah al-Khatan (311-386H) dan Abu Ali Husain bin Syu’aib bin Muhammad al-Sinji (406H).

[3] Kitab al-Miftah telah disyarah oleh muridnya Abu ‘Ali al-Zujajiy (447H).

[4] Iaitu kitab yang memuatkan huraian dan beberapa kritikan terhadap kitab Syarh Mukhtashar al-Muzani karya gurunya Abu Ishaq al-Marwazi.

[5] Kitab ini di disebutkan sebagai al-Hawi al-Qadim, untuk membezakannya dengan kitabal-Hawi al-Kabir karya Imam al-Mawardi (450H). Kitab ini disusun berdasarkan kitabal-Jami’ al-Kabir karya Imam al-Muzani.

[6] Kitab ini telah disyarah oleh al-Qaffal, al-Qadhi Husain, Abu al-Thayyib, Thahir bin Abdullah al-Thabari (445H) dan Abu Ali Husain bin Syu’aib bin Muhammad al-Sinji (406H).

[7]   Mengandungi nas-nas al-Syafi‘i dalam bidang fiqh. Kitab ini disyarah oleh Imam al-Qaffal al-Marwazi (al-Qaffal al-Shaghir) (417H).

[8] Kitab ini merupakan intipati kepada kitab-kitab mazhab Syafi’i seperti al-Qadim, al-Mabsuth, al-Amali, al-Buwaithi, Harmalah, Mukhtashar al-Muzani, al-Jami’ al-Kabir dan Kitab riwayat Abu Tsaur.

[9] Iaitu syarah/huraian kepada karya gurunya al-Qadhi Abu Hamid al-Marwarruzi (362H), sebagai penyempurnaan kitab al-Jami’ karya gurunya.)

===

Sumber.infokito.wordpres.com

Fikih Madzhab Syafi'i abad 4 H
=== Abad ke-4 Hijriah (300-399 H)
1. Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin Sahl al-Farisi (305H) a)
al-Intiqad ‘ala al-Mukhtashar
2. Ibn Suraij, Abu al-‘Abbas Ahmad bin ‘Umar al-Baghdadi (306H/918) a) al-Mukhtashar fi al-Fiqh b) al-Furuq fi al-Furu’ c) al-Wada-i’ d) al-‘Ayn wa al-Dayn
3. Abu Yahya Zakariyya bin Yahya bin ‘Abdul Rahman al-Bashri al-Sajiy (220-307H) a) Ikhtilaf al-Fuqaha
4. Ibn al-Munzir, al-Imam al-Hafizh al-Faqih Syaikh al-Islam Abu Bakr Muhammad bin Ibrahim bin al-Munzir al-Naisaburi (309H) a) al-Ijma’
5. Abu Qasim al-Qazwini Abdullah bin Muhammad bin Ja’far (314H)
6. Abu Abdullah al-Zubair bin Ahmad bin Sulaiman bin Abdullah bin ‘Asim bin al-Munzir bin al-Zubair bin al-‘Awwam (317H/929M) a) al-Kafi fi al-Fiqh b) al-Fara-id c) al-Jami’ fi al-Fiqh 7. Ibn Ziyad, Abu Bakr Abdullah bin Muhammad bin Ziyad bin Wasil al-Naisaburi (238-324H/-935M) a) Ziyadat al-Muzani (Ziyadat Ibn Ziyad ‘ala al-Muzani)[1]
8. Abu Hamid al-Marwazi (326H) a) al-Ta’liqah 9. Abu Sa’id al-Hasan bin Ahmad bin Yazid al-Ishtakhri al-Syafi’i (244-328H/939M) a) Adab al-Qadha’ b) al-Fara-id al-Kabir 10. Abu Bakr Muhammad bin Abdullah al-Baghdadi al-Sairafi (330H) a) Kitab al-Fara-id 11. Ibn al-Qash, Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abu Ahmad al-Thabari (335H/946M) a) Adab al-Qadhi / Adab al-Qadha’ b) al-Mawaqit c) al-Talkhish[2] d) al-Miftah[3] e) Dala-il al-Qiblah f) Nushrah al-Qawlain li al-Imam al-Syafi’i g) Syarh Mukhtashar al-Muzani 12. Ibn Abi al-‘Abbas, Abu Hafash ‘Umar bin Ahmad bin ‘Umar bin Suraij al-Baghdadi (340H/952M) a) Tazkirah al-‘Alim wa al-Muta’allimin 13. Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad al-Marwazi (340H/952M) a) Syarh Mukhtashar al-Muzani b) al-Tawassuth 14. Al-Jawbaqi (340H) a) al-Nukat ‘ala Syarh Mukhtashar[4] 15. Al-Khuwarizmi, Abu Ahmad Muhammad bin Sa’id bin Muhammad bin Abdullah /Ibn al-Qadhi (343H/954M) a) al-Hawi al-Qadim[5] b) al-‘Umdah
16. Ibn al-Haddad al-Kinani, Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Qadhi ibn al-Haddad (344/345H) a) al-Furu’ (Furu’ Ibn al-Haddad)[6] b) Jami’ al-Fiqh c) al-Bahir fi al-Fiqh d) Adab al-Qudha’
17. Ibn. Abu Hurairah, al-Qadhi Abu ‘Ali al-Hasan bin al-Husain al-Baghdadi (345H/956M) a) Syarh Mukhtashar al-Muzani (al-Ta’liq al-Kabir ‘ala al-Mukhtashar / al-Ta’liq al-Shaghir ‘ala al-Mukhtashar) b) Kitab al-Masa-il c) Kitab al-Ta’liq Fi al-Fiqh wa al-Masa-il 18. Abu ‘Ali al-Husain bin Qasim al-Thabari (350H) a) al-Ifshah fi Syarh al-Mukhtashar 19. Abu Bakr Ahmad bin al-Hasan bin Sahl al-Farisi (350H/961M) a) ‘Uyun al-Masa-il[7] b) al-Intiqad ‘ala al-Muzani
20. Ibn al-Qaththan al-Baghdadi, Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad bin Ahmad (359H) a) al-Furu’ 21. Al-Qadhi Abu Hamid, Ahmad bin Bisyr bin ‘Ami al-Amiri al-Marwaruzi (362H/972M) a) Syarh Mukhtashar al-Muzani b) al-Jami’ al-Kabir c) al-Jami’ al-Shaghir d) al-Fatawa 22. Shahib Jam-’u al-Jawami’, Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin al-‘Ifris al-Zuzani (362H/972M) a) Jam’u al-Jawami’[8] 23. Abu Bakr Muhammad bin ‘Ali bin Ismail al-Syasyi al-Qaffal al-Kabir (291-365H) a) Adab al-Qadha’ b) Mahasin al-Syari’ah 24. Ibn al-Qaththan, al-Hafiz Abu Ahmad Abdullah bin ‘Adi bin Abdullah al-Jurjani (277-365H) a) al-Intishar ‘ala Mukhtashar al-Muzan
25. Muhammad bin Ahmd bin al-Azhar al-Lughawi al-Azhari (282-370H) a) al-Intishar li al-Syafi’i b) Syarh Alfazh al-Mukhtashar

26. Abu al-Fayyad, Muhammad bin al-Husain bin al-Muntashir al-Bashri (385H/995M)
a) al-Lahiq ‘ala al-Jami’ / al-Lahiq bi al-Jami’[9] 27. Al-Khatan, Abu Abdullah Abu Abdullah Muhammad bin al-Hasan bin Ibrahim al-Istirabazi al-Jurjani (311-386H / 996M)
a) Syarh al-Talkhish Ibn al-Qash

28. al-Saimari, Abu al-Qasim Abdul Wahid bin al-Husain bin Muhammad al-Qadhi (386H /996M)
a) al-Iydhah fi al-Mazhab

29. al-Dhaymari, Abu al-Qasim ‘Abu al-Wahid bin al-Husayn bin Muhammad al-Dhaymari al-Bashri (386H) a) al-Irsyad Syarh al-Kifayah

30. Ibn al-Daqqaq, Abu Bakr Muhammad bin Ja’far al-Baghdadi (306-392H/1001M) a) Syarh Mukhtashar al-Muzani

31
. al-Jurjani, al-Qadhi Abu al-Hasan Ali bin Abdul Aziz bin al-Hasan (392H/1001M) a) al-Wakalah

32. Abu Sa’id Ismail bin Ahmad bin Ibrahim al-Isma’ili ( 396H /1005M) a) al-Asyribah

33. Abu al-Hasan Ali bin al-Husain al-Juri (398/400H) a) al-Mursyid fi Syarh Mukhtashar al-Muzani.

=== [1] Kandungan kitab ini sebagai tambahan bagi kandungan asal Kitab Mukhtashar al-Muzani. Di kalangan fuqaha mazhab Syafi’i ia terkenal sebagai kitab Ziyadat Ibn Ziyad.

[2] Kitab ini telah dihuraikan (syarah) oleh Abu Abdullah al-Khatan (311-386H) dan Abu Ali Husain bin Syu’aib bin Muhammad al-Sinji (406H). [3] Kitab al-Miftah telah disyarah oleh muridnya Abu ‘Ali al-Zujajiy (447H). [4] Iaitu kitab yang memuatkan huraian dan beberapa kritikan terhadap kitab Syarh Mukhtashar al-Muzani karya gurunya Abu Ishaq al-Marwazi.

[5] Kitab ini di disebutkan sebagai al-Hawi al-Qadim, untuk membezakannya dengan kitab al-Hawi al-Kabir karya Imam al-Mawardi (450H). Kitab ini disusun berdasarkan kitab al-Jami’ al-Kabir karya Imam al-Muzani

. [6] Kitab ini telah disyarah oleh al-Qaffal, al-Qadhi Husain, Abu al-Thayyib, Thahir bin Abdullah al-Thabari (445H) dan Abu Ali Husain bin Syu’aib bin Muhammad al-Sinji (406H).

[7] Mengandungi nas-nas al-Syafi‘i dalam bidang fiqh. Kitab ini disyarah oleh Imam al-Qaffal al-Marwazi (al-Qaffal al-Shaghir) (417H).

[8] Kitab ini merupakan intipati kepada kitab-kitab mazhab Syafi’i seperti al-Qadim, al-Mabsuth, al-Amali, al-Buwaithi, Harmalah, Mukhtashar al-Muzani, al-Jami’ al-Kabir dan Kitab riwayat Abu Tsaur.

[9] Iaitu syarah/huraian kepada karya gurunya al-Qadhi Abu Hamid al-Marwarruzi (362H), sebagai penyempurnaan kitab al-Jami’ karya gurunya.)

Selasa, 25 Oktober 2016

Al Imam Asysyafi'i

Arrisalah


Ar-Risalah, Kitab Ushul Fiqh Tiada Duanya

Al-Muzanni berkata, “Saya telah membaca kitab Ar-Risalah Imam Syafi’i sebanyak 50 kali. Setiap membacanya, saya selalu memperoleh faedah yang berbeda-beda.”. menurut Imam Ahmad bin Hambali, “Kalau bukan karena Syafi’i, saya tidak bakal mengetahui Fiqh Hadis.” demikianlah para sahabat dan sekaligus murid Imam Syafi’i menuturkan kekagumannya terhadap kitab Ar-Risalah, kitab pertama yang di tulis Imam Syafi’i.

Dahulu, kitab ini tidak bernama Ar-Risalah. DR. Ahmad Muhammad bin Syakir, penyunting kitab Ar-Risalah dalam pengentarnya mengatakan bahwa Imam Syafi’i tidak menamakan kitabnya Ar-Risalah, melainkan dengan nama Al-kitab. Berkali-kali dalam karyanya, Syafi’i menyebut-nyebut kata Alkitab, entah itu kata Kitabi, atau kitabuna. Demikian juga dalam kitab Al-Umm, Syafi’i selalu menisbahkan karya pertamanya itu dengan kata Alkitab (Al-Umm. Hal: 253).

Menurutnya, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya dengan Ar-Risalah karena surat menyurat dengan Abdurrahman bin Mahdi. Saat itu, Syafi’i menulis Ar-Risalah atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Mekah. Abdurrahman meminta Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang mencakup ilmu tentang Alqur’an, hal ihwal yang ada dalam Al-Qur’an dan disertai juga dengan hadis Nabi. Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-muridnya dan dikirim ke Mekah. Itulah sebabnya kitab itu dinamai kitab Ar-Risalah. Kitab ini di tulis di Baghdad selama kunjungan kedua Imam Syafii di kota itu dan kemudian diperbaiki ketika pindah ke Mesir pada tahun 814 M. setelah itu, Ar-Risalah kemudian melambungkan namanya sebagai intelektual muslim yang pertama kali meletakkan azas-azas ilmu Ushul Fiqh.

Dalam kitab inilah, metode pembentukan hukum genius ala Syafi’i terkuak. Ia menggunakan empat dasar dalam mengistaimbathkan suatu hukum yaitu, Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan suatu masalah dengan kata ini halal dan ini haram kecuali sudah memiliki pengetahuan tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas,” tutur Imam Syafi’i dalam kitabnya.

Imam Syafi’i dalam karya yang di diktekan langsung kepada muridnya, Rabi’ bin Sulaiman, mengidentikkan Ijtihad dengan Qiyas. Ia menyimpulkan bahwa ijtihad adalah Qiyas. Dan pada titik lain, ia menolak dengan tegas metode Ihtihsan, sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata Syafi’i Istihsan adalah pengambilan hukum yang melulu menuruti kesenangan semata (Hal. 503-507).

IMAM SYAFI’I MEMANG TELAH MENINGGALKAN JEJAK PEMIKIRAN YANG SANGAT LUAR BIASA. BUKTINYA SYARAT-SYARAT IJTIHAD YANG DI RUMUSKANNYA DALAM AR-RISALAH SAMPAI SAAT INI TERUS DIPAKAI PAKAR-PAKAR HUKUM ISLAM. SIAPAPUN YANG INGIN BERIJTIHAD HARUS MELAMPOI SYARAT-SYARAT INI. DIANTARANYA HARUS MENGETAHUI BAHASA ARAB, MATERI HUKUM AL-QUR’AN, BAHASA YANG BERSIFAT UMUM DAN KHUSUS, DAN MENGETAHUI TEORI NASAKH.

Kemudian seorang ahli fikih, menurut Imam Syafi’i, harus bisa menggunakan Sunnah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tegas dan jelas. Ketika ia tidak menemukan dalam Sunnah, ia harus mengetahui adanya konsensus (kesepakatan) yang mungkin menginformasikan kasus-kasus yang ada. Terakhir, jelas Imam Syafi’i, seorang ahli fikih harus dewasa, sehat, dan siap sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya untuk menyelesaikan kasus.

Kriteria ini, di kemudian hari, menuai puji dan kritikan. Banyak para pemikir setelah Imam Syafi’i yang menganggap persyaratan ini terlalu keras sehingga banyak orang yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini diperparah oleh kemunduran ilmu fikih sekitar abad ke IV H hingga akhir abad ke XIII H. saat itu terkenal dengan periode “Taqlid” dan periode “Tertutupnya pintu ijtihad”. Pengaruh tersebut begitu dahsyat sampai sekarang ini.

Melalui kitab ini, Imam Syafi’i terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak berpihak kepada salah satu kecendrungan besar sebuah pemikiran, entah itu ahli hadis (para pemikir muslim yang mengutamakan hadis) ataupun ahli Ra’yu (para pemikir muslim yang mengutamakan akal).

Tidak aneh bila para intelektual modern sepakat bahwa Imam Syafi’i sangat berjasa sebagai pendiri ilmu Ushul Fiqh. Ar-Risalah Syafi’i, tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas materi tersebut, sebagai model bagi ahli-ahli fikih dan para teoritisi yang datang kemudian guna mengikutinya.

Pada akhirnya Imam Syafi’i menutup karyanya ini dengan bab Ikhtilaf. Bab ini menunjukkan bahwa Imam Syafii mencintai perbedaan dan menghargai pendapat orang lain.

Sumber:Sufiz.com

Al Imam Asysyafi'i


Ar-Risalah, Kitab Ushul Fiqh Tiada Duanya

Al-Muzanni berkata, “Saya telah membaca kitab Ar-Risalah Imam Syafi’i sebanyak 50 kali. Setiap membacanya, saya selalu memperoleh faedah yang berbeda-beda.”. menurut Imam Ahmad bin Hambali, “Kalau bukan karena Syafi’i, saya tidak bakal mengetahui Fiqh Hadis.” demikianlah para sahabat dan sekaligus murid Imam Syafi’i menuturkan kekagumannya terhadap kitab Ar-Risalah, kitab pertama yang di tulis Imam Syafi’i.

Dahulu, kitab ini tidak bernama Ar-Risalah. DR. Ahmad Muhammad bin Syakir, penyunting kitab Ar-Risalah dalam pengentarnya mengatakan bahwa Imam Syafi’i tidak menamakan kitabnya Ar-Risalah, melainkan dengan nama Al-kitab. Berkali-kali dalam karyanya, Syafi’i menyebut-nyebut kata Alkitab, entah itu kata Kitabi, atau kitabuna. Demikian juga dalam kitab Al-Umm, Syafi’i selalu menisbahkan karya pertamanya itu dengan kata Alkitab (Al-Umm. Hal: 253).

Menurutnya, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya dengan Ar-Risalah karena surat menyurat dengan Abdurrahman bin Mahdi. Saat itu, Syafi’i menulis Ar-Risalah atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Mekah. Abdurrahman meminta Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang mencakup ilmu tentang Alqur’an, hal ihwal yang ada dalam Al-Qur’an dan disertai juga dengan hadis Nabi. Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-muridnya dan dikirim ke Mekah. Itulah sebabnya kitab itu dinamai kitab Ar-Risalah. Kitab ini di tulis di Baghdad selama kunjungan kedua Imam Syafii di kota itu dan kemudian diperbaiki ketika pindah ke Mesir pada tahun 814 M. setelah itu, Ar-Risalah kemudian melambungkan namanya sebagai intelektual muslim yang pertama kali meletakkan azas-azas ilmu Ushul Fiqh.

Dalam kitab inilah, metode pembentukan hukum genius ala Syafi’i terkuak. Ia menggunakan empat dasar dalam mengistaimbathkan suatu hukum yaitu, Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan suatu masalah dengan kata ini halal dan ini haram kecuali sudah memiliki pengetahuan tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas,” tutur Imam Syafi’i dalam kitabnya.

Imam Syafi’i dalam karya yang di diktekan langsung kepada muridnya, Rabi’ bin Sulaiman, mengidentikkan Ijtihad dengan Qiyas. Ia menyimpulkan bahwa ijtihad adalah Qiyas. Dan pada titik lain, ia menolak dengan tegas metode Ihtihsan, sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata Syafi’i Istihsan adalah pengambilan hukum yang melulu menuruti kesenangan semata (Hal. 503-507).

IMAM SYAFI’I MEMANG TELAH MENINGGALKAN JEJAK PEMIKIRAN YANG SANGAT LUAR BIASA. BUKTINYA SYARAT-SYARAT IJTIHAD YANG DI RUMUSKANNYA DALAM AR-RISALAH SAMPAI SAAT INI TERUS DIPAKAI PAKAR-PAKAR HUKUM ISLAM. SIAPAPUN YANG INGIN BERIJTIHAD HARUS MELAMPOI SYARAT-SYARAT INI. DIANTARANYA HARUS MENGETAHUI BAHASA ARAB, MATERI HUKUM AL-QUR’AN, BAHASA YANG BERSIFAT UMUM DAN KHUSUS, DAN MENGETAHUI TEORI NASAKH.


Kemudian seorang ahli fikih, menurut Imam Syafi’i, harus bisa menggunakan Sunnah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tegas dan jelas. Ketika ia tidak menemukan dalam Sunnah, ia harus mengetahui adanya konsensus (kesepakatan) yang mungkin menginformasikan kasus-kasus yang ada. Terakhir, jelas Imam Syafi’i, seorang ahli fikih harus dewasa, sehat, dan siap sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya untuk menyelesaikan kasus.

Kriteria ini, di kemudian hari, menuai puji dan kritikan. Banyak para pemikir setelah Imam Syafi’i yang menganggap persyaratan ini terlalu keras sehingga banyak orang yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini diperparah oleh kemunduran ilmu fikih sekitar abad ke IV H hingga akhir abad ke XIII H. saat itu terkenal dengan periode “Taqlid” dan periode “Tertutupnya pintu ijtihad”. Pengaruh tersebut begitu dahsyat sampai sekarang ini.

Melalui kitab ini, Imam Syafi’i terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak berpihak kepada salah satu kecendrungan besar sebuah pemikiran, entah itu ahli hadis (para pemikir muslim yang mengutamakan hadis) ataupun ahli Ra’yu (para pemikir muslim yang mengutamakan akal).

Tidak aneh bila para intelektual modern sepakat bahwa Imam Syafi’i sangat berjasa sebagai pendiri ilmu Ushul Fiqh. Ar-Risalah Syafi’i, tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas materi tersebut, sebagai model bagi ahli-ahli fikih dan para teoritisi yang datang kemudian guna mengikutinya.

Pada akhirnya Imam Syafi’i menutup karyanya ini dengan bab Ikhtilaf. Bab ini menunjukkan bahwa Imam Syafii mencintai perbedaan dan menghargai pendapat orang lain.